BAB VI
SUMBERDAYA KONSUMEN DAN PENGETAHUAN
6.1.
Sumberdaya Ekonomi.
Potensi
sumberdaya ekonomi atau lebih dikenal dengan potensi ekonomi pada dasarnya
dapat diartikan sebagai sesuatu atau segala sesuatu sumber daya yang dimiliki
baik yang tergolong pada sumberdaya alam (natural resources/endowment factors)
maupun potensi sumberdaya manusia yang dapat memberikan manfaat (benefit) serta
dapat digunakan sebagai modal dasar pembangunan (ekonomi) wilayah tingkat
ketergantungan terhadap sumber daya secara struktural harus bisa dialihkan pada
sumber daya alam lain.
Sumber
Daya Ekonomi yang lain diluar pendapatan juga mempengaruhi perilaku konsumen.
Yang paling penting adalah kekayaan (nilai bersih) dan kredit. Kekayaan, yang
diukur menurut asset atau nilai bersih, berkorelasi dengan pendapatan. Variasi
primer adalah konsumen tua cenderung memiliki proporsi kekayaan yang lebih
besar dibandingkan konsumen yang lebih muda. Keluarga kaya menghabiskan uang
mereka untuk pelayanan, perjalanan, minat, dan investasi lebih banyak daripada
yang dihabiskan oleh tetangga mereka untuk perlengkapan rumah, peralatan, alat
hiburan, dan produk serupa tidak terlalu tinggi karena keluarga kaya biasanya
berada dalam tahap yang belakangan dari siklus kehidupan dan tidak
berkepentingan untuk melengkapi rumah baru atas membuat pembelian tambahan
untuk peralatan besar.
Uang
adalah alat transaksi yang sangat diperlukan oleh konsumen untuk membeli
produk. Keputusan Konsumen sehubungan dengan produk dan merek
sangat dipengaruhi oleh jumlah sumber daya ekonomi misalnya uang.
Tanpa uang konsumen tidak bisa membeli apapun. Pembelian sangat
dipengaruhi oleh pendapatan konsumen sama halnya dengan, harapan konsumen
mengenai pendapatan masa datang menjadi variabel penting dalam meramalkan perilaku
konsumen.
6.2.
Sumberdaya Sementara.
Waktu menjadi variabel yang semakin
penting dalam memahami perilaku konsumen. Karena, konsumen semakin mengalami
kemiskinan akan waktu. Namun demikian ada suatu bagian waktu yang dihabiskan
untuk kegiatan yang sangat pribadi yaitu waktu senggang. Produk yang
diklasifikasikan menurut sifat waktu konsumen disebut barang waktu (time
goods).
a.
Barang
yang Menggunakan Waktu.
Waktu menjadi variabel yang semakin
penting dalam memahami perilaku konsumen karena kemiskinan waktu yang semakin
banyak dialami orang Amerika. Jam yang dihabiskan di tempat kerja setiap minggu
(termasuk waktu pulang pergi, pekerjaan rumah tangga, dan pekerjaan sekolah)
meningkat dari 40,6 jam pada tahun 1973 menjadi 47,3 pada tahun 1984. Pada
waktu yang sama, rata-rata jumlah jam yang tersedia untuk waktu senggang tuun
dari 26,2 jam menjadi 18,1 jam perminggu. Produk yang memerlukan pemakaian
waktu dala mengkonsumsinya. Contoh: Menonton TV, Memancing, Golf, Tennis (waktu
Senggang) Tidur, perawatan pribadi, pulang pergi (waktu wajib).
b.
Barang
Penghemat Waktu.
Kerena pendapatan yang leluasa
digunakan terus meningkat di dalam masyarakat, pasar untuk barang atau jasa
yang berhubungan dengan waktu menjadi lebih penting. Kelangkaan menciptakan
nilai. Untuk konsumen yang kaya, perhatian utama menjadi pembeli lebih banyak
waktu ketimbang lebih produk. Nilai waktu meningkat ketika anggaran uang
meingkat, sehingga meningkatkan kemungkjinan bahwa pemasar menaikkan nilai
produk (dan harga yang sesuai) lebih besar daripada biaya tambahan karena
mengerjakannya. Komplikasi tambahan dalam mendefinisikan kesenggangan terjadi
ketika individu dibayar untuk kegiatan yang mungkin mereka pilih sebagai
kegiatan leluasa. Seniman, professor, dan atlet professional mungkin merupakan
contoh individu yang beruntung dibayar untuk kegiatan yang mereka pilih sebagai
kegiatan waktu senggang mereka. Produk yang menghemat waktu memungkinkan
konsumen meningkatkan waktu leluasa mereka. Contoh: oven microwave, pemotong
rumput, fast food.
6.3.
Sumberdaya Kogntif.
Sumber daya kognitif menggambarkan
kapasitas mental yang tersedia untuk menjalankan berbagai kegiatan pengolahan
informasi. Kapasitas adalah sumber daya yang terbatas. Dapat mengelola hanya
sejumlah tertentu informasi pada satu waktu. Ukuran kapasitas kerap digambarkan
istilah keratan (chunk), yang mewakili suatu unit. Alokasi kapasitas kognitif
dikenal sebagai perhatian (attention). Perhatian terdiri dari dua dimensi:
arahan (direction) intensitas. Arahan menggambarkan fokus perhatian. Karena
konsumen tidak dapat mengolah semua stimulus internal dan eksternal yang
tersedia pada saat tertentu, mereka harus selektif dalam cara mereka
mengalokasikan sumber daya yang terbatas ini. Beberapa stimulus akan mendapat
perhatian, yang lain akan diabaikan.
Intensitas, sebaliknya, mengacu pada
jumlah kapasitas yang difokuskan pada arahan tertentu. Konsumen akan sering
mengalokasikan hanya kapasitas yang diperlukan untuk mengidentifikasi stimulus
sebelum mengarahkan kembali perhatian mereka ke tempat lain. Pada kesemapatan
lain, konsumen mungkin menaruh cukup perhatian untuk mengerti inti dasar dari
iklan bersangkutan. Konsumen kadang mungkin member konsentrasi penuh kepada
iklan tersebut dan menyelidiki secara cermat pesanannya, seperti konsumen di
dalam pasar mobil baru yang membaca iklan mobil. kenyataan bahwa kapasitas
merupakan sumber daya yang terbatas membawa sejumlah implikasi penting
sehubungan dengan bagaimana konsumen mengolah informasi dan membuat pilihan
produk.
6.4.
Kandungan Pengetahuan.
Psikolog kognitif mengemumakan bahwa
ada
dua jenis pengetahuan dasar, deklaratif
dan prosedural.
Pengatahuan deklaratif (declarative
knowledge) melibatkan fakta subjektif yang sudah diketahui, sementara
pengetahuan prosedural (procedural knowledge) mengacu pada pengertian bagaimana
fakta ini dapat digunakan. Fakta ini bersifat subjektif dalam pengertian bahwa
fakta tersebut tidak perlu sesuai dengan realitas objektif.
Pengetahuan deklrataif dibagai
menjadi dua kategori : episodik dan semantik. Pengetahuan episodik (episodic knowledge)
melibatkan pengetahuan yang dibatasi dengan lintasan waktu. Pengetahuan ini
digunakan untuk menjawab pertanyaan, “kapan anda terakhir kali membeli sejumlah
pakaian?” sebaliknya, pengetahuan sematik (semantic knowledge) mengandung
pengetahuan yang digeneralisasikan yang memberikan arti bagi dunia seseorang.
Ini adalah pengetahuan yang akan anda gunakan dalam mendeskripsikan sebuah
barang. Pengetahuan konsumen di bagi
dalam tiga dibidang umum :
a. Pengetahuan Produk (product
knowledge). kumpulan berbagai macam informasi mengenai produk. Pengetahuan ini
meliputi kategori produk, merek terminologi produk atribut atau fitur, harga
produk dan kepercayaan mengenai produk.
b. Pengetahuan Pembelian (purchase
knowledge). Pengetahuan Pembelian terdiri atas pengetahuan tentang toko, lokasi
produk di dalam toko dan penempatan produk yang sebenarnya di dalam toko
tersebut. Pengetahuan Konsumen cenderung lebih senang mengunjungi toko yang
sudah dikenalnya untuk berbelanja, karena telah mengetahui dimana letak produk
di dalam toko tersebut. Hal ini akan memudahkan konsumen untuk berbelanja atau
melakukan pembelian. Hal ini akan memudahkan konsumen untuk berbelanja karena
konsumen bisa menghemat waktu dalam mencari lokasi produk.
c. Pengetahuan Pemakaian (usage
knowledge). Suatu produk akan memberikan manfaat kepada konsumen jika produk
tersebut telah digunakan atau dikonsumsi. Agar produk tersebut bisa
memberikan manfaat yang maksimal dan kepuasan yang tinggi, maka konsumen harus
bisa menggunakan atau mengkonsumsi produk tersebut dengan benar. Produsen
berkewajiban untuk memberikan informasi yang cukup agar konsumen mengetahui
cara pemakaian suatu produk. Pengetahuan pemakaian suatu produk adalah penting
bagi konsumen.
6.5.
Organisasi Pengetahuan.
Organisasi pengetahuan merupakan
sesuatu untuk mengatur atau struktur organisasi untuk mengelompokan
sesuatu, organisasi ini di buat untuk memudahkan penggunaan dokumen atau
pengetahuan itu sendiri atau juga bisa mendeskripsikan dokumen, isi, fitur dan
tujuan, serta membuat dokumen-dokumen dan bagian yang dapat diakses oleh
orang-orang dalam mencari pesan yang isinya meliputi pengetahuan. Organisasi
pengetahuan bisa di artikan juga sebagai tentang kegiatan seperti
mendokumenkan, pengindeksan dan klasifikasi yang dilakukan di perpustakaan,
database, arsip dll kegiatan ini dilakukan oleh pustakawan, arsiparis,
spesialis subyek dan sekaligus oleh algoritma komputer.
Pengetahuan dalam suatu organisasi
dapat menjadikan organisasi tersebut memahami tujuan keberadaanya, diantara
tujuan-tujuan tersebut yang terpenting adalah bagaimana organisasi memahami
cara mencapai tujuannya, Organisasi-organisasi yang sukses adalah organisasi
yang secara konsisten menciptakan pengetahuan baru dan menyebarkanya secara
menyeluruh didalam organisasinya dan secara cepat mengadaptasinya kedalam
teknologi dan produk serta layanan mereka. Melihat perannya yang begitu penting
bagi suatu organisasi, maka semua pengetahuan yang dimiliki oleh suatu
organisasi harus dikelola dengan baik, sehingga pengetahuan tersebut dapat
berperan optimal untuk organisasinya.
6.6.
Mengukur
Pengetahuan.
Pengukuran pengatahuan objektif
(objective knowledge) adalah pengukuran yang menyadap apa yang benar-benar
sudah disimpan oleh konsumen di dalam ingatan. Ukuran pengetahuan objektif,
yang berfokus pada potongan informasi khusus yang mungkin diketahui konsumen.
Dan pilihan akhir untuk menilai pengetahuan adalah dengan menggunakan ukuran
pengetahuan subjektif (subjective knowledge). Pengetahuan ini sireflesikan oleh
pengukuran yang menyadap persepsi konsumen mengenai banyaknya pengetahuan
mereka sendiri. Pada dasarnya, konsumen diminta untuk menilai diri mereka
sendiri berkenaan dengan pengetahuan produk atau keakraban mereka. Ukuran
pengetahuan subjektif berrpusat di sekitar kesan konsumen mengenai pengetahuan
total dan keakraban mereka.
Akhirnya, pertimbangan diberikan
pada metode alternatif untuk pengukuran pengetahuan. Pengalaman pembelian atau
pemakaian, walaupun tentu saja berhubungan dengan pengetahuan, tidak harus
memberikan indikasi yang akurat mengenai beberapa persisnya informasi yang
dimiliki konsumen.
Pengetahuan konsumen terdiri dari
informasi yang disimpan di dalam ingatan. Pemasar khususnya tertarik untuk
mengerti pengetahuan konsumen. Informasi yang dipegang oleh konsumen mengenai
produk akan sangat mempengaruhi pola pembelian mereka.Di dalam Psikologi
kognitif dijelaskan bahwa ada dua jenis pengetahuan dasar, yaitu pengetahuan deklaratif
dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan deklaratif melibatkan fakta subjektif
yang sudah diketahui. Pengetahuan deklaratif sendiri dibagi menjadi dua
kategori, yaitu pengetahuan episodik (melibatkan pengetahuan yang dibatasi
dengan lintasan waktu) dan pengetahuan semantik (mengandung pengetahuan yang
digeneralisasikan dan memberi arti bagi dunia seseorang). Sedangkan pengetahuan
prosedural mengacu pada pengertian bagaimana fakta ini dapat digunakan. Fakta
ini juga bersifat subjektif dalam pengertian fakta tersebut tidak perlu sesuai
dengan realitas objektif.
BAB VII
SIKAP, MOTIVASI DAN KONSEP DIRI
7.1.
Komponen
Sikap.
Sikap mempunyai tiga komponen utama:
kesadaran, perasaan, dan perilaku. Keyakinan bahwa “Diskriminasi itu
salah” merupakan sebuah pernyataan evaluatif. Opini semacam ini adalah
komponen kognitif dari sikap yang menentukan tingkatan untuk bagian yang
lebih penting dari sebuah sikap -komponen afektifnya. Perasaan adalah
segmen emosional atau perasaan dari sebuah sikap dan
tercermin dalam pernyataan seperti “Saya tidak menyukai John karena ia
mendiskriminasi orang-orang minoritas.” Akhirnya, perasaan bisa
menimbulkan hasil akhir dari perilaku. Komponen perilaku dari sebuah
sikap merujuk pada suatu maksud untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap
seseorang atau sesuatu.
7.2.
Sifat-sifat
Sikap.
Jalaluddin Rakhmat ( 1992 : 39
) mengemukakan lima pengertian sikap, yaitu:
a.
Sikap
adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam
menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi
merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu
terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan
atau situasi, atau kelompok.
b.
Sikap
mempunyai daya penolong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu,
tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap
sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan,
mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari.
c.
Sikap
lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan sikap politik kelompok cenderung
dipertahankan dan jarang mengalami pembahan.
d.
Sikap
mengandung aspek evaluatif: artinya mengandung nilai menyenangkan atau
tidak menyenangkan.
e.
Sikap
timbul dari pengalaman: tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil
belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah.
7.3.
Penggunaan
Multiatribute Attitude Model Untuk Memahami Sikap Konsumen.
Pengukuran sikap yang paling populer
digunakan oleh para peneliti konsumen adalah model multi atribut yang terdiri
dari tiga model :
a.
The
attittude toward-object model. Digunakan khususnya menilai sikap konsumen
terhadap satu kategori produk atau merk spesifik. Hal ini untuk menilai fungsi
kehadiran dan evaluasi terhadap sesuatu. Pembentukan sikap konsumen yang
dimunculkan karena telah merasakan sebuah objek. Hal ini mempengaruhi
pembentukan sikap selanjutnya.
b.
The
attitude-toward-behavior model. Lebih digunakan untuk menilai tanggapan
konsumen melalui tingkah laku daripada sikap terhadap objek. Pembentukan sikap
konsumen akan ditunjukan berupa tingkah laku konsumen yang berupa pembelian
ditempat itu.
c.
Theory
of-reasoned-action model.
Menurut teori ini pengukuran sikap
yang tepat seharusnya didasarkan pada tindakan pembelian atau penggunaan merk
produk bukan pada merek itu sendiri tindakan pembelian dan mengkonsumsi produk
pada akhirnya akan menentukan tingkat kepuasan.
7.4.
Pentingnya
Feeling Dalam Memamahami Sikap Konsumen.
Seseorang tidak dilahirkan dengan
sikap dan pandangannya, melainkan sikap tersebut terbentuk sepanjang
perkembangannya. Dimana dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk
pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya (Azwar,
1995). Loudon dan Bitta (1984) menulis bahwa sumber pembentuk sikap ada empat,
yakni pengalaman pribadi, interaksi dengan orang lain atau kelompok , pengaruh
media massa dan pengaruh dari figur yang dianggap penting. Swastha dan Handoko
(1982) menambahkan bahwa tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan tingkat pendidikan
ikut mempengaruhi pembentukan sikap. Dari beberapa pendapat di atas, Azwar
(1995) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap
adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media
massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi
dalam diri individu.
a.
Pengalaman
pribadi. Middlebrook (dalam Azwar, 1995) mengatakan bahwa tidak adanya
pengalaman yang dimiliki oleh seseorang dengan suatu objek psikologis,
cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Sikap akan
lebih mudah terbentuk jika yang dialami seseorang terjadi dalam situasi yang
melibatkan emosi, karena penghayatan akan pengalaman lebih mendalam dan lebih
lama membekas.
b.
Pengaruh
orang lain yang dianggap penting. Individu pada umumnya cenderung memiliki
sifat yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting yang
didorong oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari
konflik.
c.
Pengaruh
kebudayaan. Burrhus Frederic Skin, seperti yang dikutip Azwar sangat menekankan
pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang.
Kepribadian merupakan pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah
reinforcement yang kita alami (Hergenhan dalam Azwar, 1995). Kebudayaan
memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat. Kebudayaanlah
yang menanamkan garis pengarah sikap individu terhadap berbagai masalah.
d.
Media
massa. Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar,
majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan
kepercayaan orang. Media massa memberikan pesan-pesan yang sugestif yang
mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal
memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal
tersebut. Jika cukup kuat, pesan-pesan sugestif akan memberi dasar afektif
dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
e.
Lembaga
pendidikan dan lembaga agama. Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai
sesuatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya
meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman
akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh
dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta
ajaran-ajarannya. Dikarenakan konsep moral dan ajaran agama sangat menetukan
sistem kepercayaan maka tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya kemudian
konsep tersebut ikut berperanan dalam menentukan sikap individu terhadap
sesuatu hal. Apabila terdapat sesuatu hal yang bersifat kontroversial, pada
umumnya orang akan mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya atau
mungkin juga orang tersebut tidak mengambil sikap memihak. Dalam hal seperti
itu, ajaran moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan atau lembaga agama
sering kali menjadi determinan tunggal yang menentukan sikap.
f.
Faktor
emosional. Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi
sebagai semacam penyaluran prustrasi atau pengalihan bentuk mekamisme
pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera
berlalu begitu prustrasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap
yang lebih persisten dan bertahan lama.
7.5.
Penggunaan
Sikap Dan Maksud Untuk Memperkirakan Perilaku Konsumen.
Werner dan Pefleur (Azwar, 1995)
mengemukakan 3 postulat guna mengidentifikasikan tiga pandangan mengenai hubungan
sikap dan perilaku, yaitu postulat of consistency, postulat of independent
variation, dan postulate of contigent consistency. Berikut ini penjelasan
tentang ketiga postulat tersebut:
a.
Postulat
Konsistensi. Postulat konsistensi mengatakan bahwa sikap verbal memberi
petunjuk yang cukup akurat untuk memprediksikan apa yang akan dilakukan
seseorang bila dihadapkan pada suatu objek sikap. Jadi postulat ini
mengasumikan adanya hubungan langsung antara sikap danperilaku.
b.
Postulat
Variasi Independen. Postulat ini mengatakan bahwa mengetahui sikap tidak
berarti dapat memprediksi perilaku karena sikap dan perilaku merupakan dua
dimensi dalam diri individu yang berdiri sendiri, terpisah dan berbeda.
c.
Postulat
Konsistensi Kontigensi. Postulat konsistensi kontigensi menyatakan bahwa
hubungan sikap dan perilaku sangat ditentukan oleh faktor-faktor situasional
tertentu. Norma-norma, peranan, keanggotaan kelompok dan lain sebagainya,
merupakan kondisi ketergantungan yang dapat mengubah hubungan sikap dan
perilaku. Oleh karena itu, sejauh mana prediksi perilaku dapat disandarkan pada
sikap akan berbeda dari waktu ke waktu dan dari satu situasi ke situasi
lainnya.
7.6.
Dinamika
Proses Motivasi.
Kata motivasi berasal dari Bahasa
Inggris adalah “Motivation”. Perkataan asalnya ialah “Motive” yang juga telah
dipinjam oleh Bahasa Melayu atau Bahasa Malaysia kepada “Motif” yang artinya
tujuan. Jadi, motivasi adalah sesuatu yang menggerakan atau mengarahkan tujuan
seseorang dalam tindakan-tindakannya secara negatif atau positif untuk mencapai
tujuannya. Ada tiga komponen utama dalam motivasi yaitu :
a.
Kebutuhan.
Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang ia
miliki dan yang ia harapkan. Moslow membagi kebutuhan menjadi lima tingkatan yaitu
: kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan
rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan diri, dan kebutuhan
aktualisasi.
b.
Dorongan.
Dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka
memenuhi harapan.
c.
Tujuan.
Tujuan adalah hal yang ingin dicapai oleh seorang individu. Tujuan tersebut
mengarahkan perilaku, dalam hal ini perilaku belajar. Kekuatan mental atau
kekuatan motivasi belajar dapat diperkuat dan dikembangkan. Interaksi kekuatan
mental dan pengaruh dari luar ditentukan oleh responden prakarsa pribadi
pelaku.
7.7.
Kegunaan
Dan Stabilitas Pola Motivasi.
Motivasi merupakan dorongan atau
tenaga pendorong pada diri individu atau seseorang untuk melakukan sesuatu guna
memenuhi kebutuhannya yang belum terpenuhi. Motivasi konsumen mewakili dorongan
untuk memuaskan kebutuhan baik yang bersifat fisiologis maupun psikologis
melalui pembelian dan penggunaan suatu produk. Dengan adanya motivasi pada diri
seseorang akan menunjukkan suatu perilaku yang diarahkan pada suatu tujuan
untuk mencapai sasaran kepuasan. Jadi motivasi adalah proses untuk mempengaruhi
seseorang agar melakukan sesuatu yang diinginkan. Motivasi konsumen yang
dilakukan oleh produsen sangat erat sekali berhubungan dengan kepuasan
konsumen. Untuk itu perusahaan selalu berusaha untuk membangun kepuasan
konsumen dengan berbagai kebutuhan dan tujuan dalam konteks perilaku konsumen
mempunyai peranan penting karena motivasi timbul karena adanya kebutuhan yang
belum terpenuhi dan tujuan yang ingin dicapai.kebutuhan menunjukkan kekurangan
yang dialami seseorang pada suatu waktu tertentu. Kebutuhan dipandang sebagai
penggerak atau pembangkit perilaku. Artinya jika kebutuhan akibat kekurangan
itu muncul, maka individu lebih peka terhadap usaha motivasi para konsumen.
7.8.
Memahami
Kebutuhan Konsumen.
Kebutuhan konsumen dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
a.
Dasar-dasar
kelangsungan hidup, termasuk rasa lapar, haus dan kebutuhan hidup lainnya.
b.
Berkenaan dengan
kelangsungan hidup fisik dan keamanan.
c.
Filiasi dan
Pemilikan. Kebutuhan untuk diterima oleh orang lain, menjadi orang penting bagi
mereka.
d.
Keinginan dasar
akan keberhasilan dalam memenuhi tujuan pribadi
e.
Keinginan untuk
emndapat kendali atas nasib sendiri dan juga nasib orang lain
f.
Ekspresi diri.
Kebutuhan mengembangkan kebebasan dalam ekspresi diri dipandang penting oleh
orang lain.
g.
Urutan dan
Pengertian. Keinginan untuk mencapai aktualisasi diri melalui pengetahuan,
pengertian, sistematisasi dan pembangunan system lain.
h.
Pencarian
Variasi. Pemeliharaan tingkat kegairahan fisiologis dan stimulasi yang dipilih
kerap diekspresikan sebagai pencarian variasi
i.
Atribusi
Sebab-Akibat. Estimasi atau atribusi sebab-akibat dari kejadian dan tindakan.
BAB VIII
KEPRIBADIAN, NILAI DAN GAYA HIDUP
8.1.
Kepribadian.
Merupakan
suatu susunan sistem psikofisik (psikis dan fisik yang berpadu dan saling berinteraksi
dalam mengarahkan tingkah laku) yang kompleks dan dinamis dalam diri seorang
individu, yang menentukan penyesuaian diri individu tersebut terhadap
lingkungannya, sehingga akan tampak dalam tingkah lakunya yang unik dan berbeda dengan orang lain.
Kepribadian sendiri
meliputi kebiasaan, sikap, dan sifat lain yang kas dimiliki seseorang. Tapi
kepribadian berkembang jika adanya hubungan dengan orang lain. Dasar pokok dari
perilaku seseorang adalah faktor biologis dan psikologisnya. Kepribadian
sendiri memiliki banyak segi dan salah satunya adalah self atau diri pribadi
atau citra pribadi. Mungkin saja konsep diri aktual individu tersebut
(bagaimana dia memandang dirinya) berbeda dengan konsep diri idealnya
(bagaimana ia ingin memandang dirinya) dan konsep diri orang lain (bagaimana
dia mengganggap orang lain memandang dirinya). Keputusan membeli dipengaruhi
oleh karakteristik pribadi seperti umur dan tahap daur hidup, pekerjaan,
situasi ekonomi, gaya hidup serta kepribadian dan konsep diri pembeli.
8.2.
Nilai-Nilai Individu.
8.2.1. Nilai Pakai
(Value in Use). Nilai pakai
dapat digolongkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
a. Nilai pakai
subjektif, artinya nilai yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu barang
karena barang tersebut dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhannya.
b. Nilai pakai
objektif, artinya kemampuan dari suatu barang untuk dapat memenuhi kebutuhan
manusia pada umumnya.
8.2.2.
Nilai Tukar (Value
in Exchange). Berdasarkan nilai tukarnya, suatu barang dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
a.
Nilai tukar subjektif, artinya nilai yang diberikan
oleh seseorang terhadap suatu barang karena barang tersebut dapat ditukarkan
dengan barang lain.
b.
Nilai tukar objektif, artinya kemampuan dari suatu
barang untuk dapat ditukarkan dengan barang yang lain.
8.3.
Konsep Gaya Hidup Dan
Pengukurannya.
Plummer (1983) gaya hidup adalah cara hidup individu yang di
identifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa
yang mereka anggap penting dalam hidupnya (ketertarikan) dan apa yang mereka
pikirkan tentang dunia sekitarnya. Adler (dalam Hall & Lindzey, 1985)
menyatakan bahwa gaya hidup adalah hal yang paling berpengaruh pada sikap dan
perilaku seseorang dalam hubungannya dengan 3 hal utama dalam kehidupan yaitu
pekerjaan, persahabatan, dan cinta sedangkan Sarwono (1989) menyatakan bahwa
salah satu faktor yang mempengaruhi gaya hidup adalah konsep diri. Gaya hidup
menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” yang berinteraksi dengan
lingkungannya (Kottler dalam Sakinah,2002). Menurut Susanto (dalam
Nugrahani,2003) gaya hidup adalah perpaduan antara kebutuhan ekspresi diri dan
harapan kelompok terhadap seseorang dalam bertindak berdasarkan pada norma yang
berlaku. Oleh karena itu banyak diketahui macam gaya hidup yang berkembang di
masyarakat sekarang misalnya gaya hidup hedonis, gaya hidup metropolis, gaya
hidup global dan lain sebagainya.
8.3.1.
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Gaya Hidup.
Menurut pendapat Amstrong (dalam
Nugraheni, 2003) gaya hidup seseorang dapat dilihat dari perilaku yang
dilakukan oleh individu seperti kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan atau
mempergunakan barang-barang dan jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan
keputusan pada penentuan kegiatan-kegiatan tersebut. Lebih lanjut Amstrong
(dalam Nugraheni, 2003) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi gaya
hidup seseorang ada 2 faktor yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu
(internal) dan faktor yang berasal dari luar (eksternal).
8.3.1.1.Faktor-Faktor Yang Berasal
Dari Dalam Diri Individu (Internal).
a.
Sikap. Sikap
berarti suatu keadaan jiwa dan keadaan pikir yang dipersiapkan untuk memberikan
tanggapan terhadap suatu objek yang diorganisasi melalui pengalaman dan
mempengaruhi secara langsung pada perilaku. Keadaan jiwa tersebut sangat
dipengaruhi oleh tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan lingkungan sosialnya.
b.
Pengalaman dan pengamatan. Pengalaman
dapat mempengaruhi pengamatan sosial dalam tingkah laku, pengalaman dapat
diperoleh dari semua tindakannya dimasa lalu dan dapat dipelajari, melalui
belajar orang akan dapat memperoleh pengalaman. Hasil dari pengalaman sosial
akan dapat membentuk pandangan terhadap suatu objek.
c.
Kepribadian. Kepribadian
adalah konfigurasi karakteristik individu dan cara berperilaku yang menentukan
perbedaan perilaku dari setiap individu.
d.
Konsep diri. Faktor lain
yang menentukan kepribadian individu adalah konsep diri. Konsep diri sudah
menjadi pendekatan yang dikenal amat luas untuk menggambarkan hubungan antara
konsep diri konsumen dengan image merek. Bagaimana individu memandang dirinya
akan mempengaruhi minat terhadap suatu objek. Konsep diri sebagai inti dari
pola kepribadian akan menentukan perilaku individu dalam menghadapi
permasalahan hidupnya, karena konsep diri merupakan frame of reference yang
menjadi awal perilaku.
e.
Motif. Perilaku
individu muncul karena adanya motif kebutuhan untuk merasa aman dan kebutuhan
terhadap prestise merupakan beberapa contoh tentang motif. Jika motif seseorang
terhadap kebutuhan akan prestise itu besar maka akan membentuk gaya hidup yang
cenderung mengarah kepada gaya hidup hedonis.
f.
Persepsi. Persepsi
adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan
informasi untuk membentuk suatu gambar yang berarti mengenai dunia.
8.3.1.2.Faktor-Faktor Yang Berasal
Dari Luar Diri Individu (Eksternal).
a.
Kelompok Referensi. Kelompok
referensi adalah kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung
terhadap sikap dan perilaku seseorang. Kelompok yang memberikan pengaruh
langsung adalah kelompok dimana individu tersebut menjadi anggotanya dan saling
berinteraksi, sedangkan kelompok yang memberi pengaruh tidak langsung adalah
kelompok dimana individu tidak menjadi anggota didalam kelompok tersebut.
Pengaruh-pengaruh tersebut akan menghadapkan individu pada perilaku dan gaya
hidup tertentu.
b.
Keluarga. Keluarga
memegang peranan terbesar dan terlama dalam pembentukan sikap dan perilaku
individu. Hal ini karena pola asuh orang tua akan membentuk kebiasaan anak yang
secara tidak langsung mempengaruhi pola hidupnya.
c.
Kelas social. Kelas
sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam
sebuah masyarakat, yang tersusun dalam sebuah urutan jenjang, dan para anggota
dalam setiap jenjang itu memiliki nilai, minat, dan tingkah laku yang sama. Ada
dua unsur pokok dalam sistem sosial pembagian kelas dalam masyarakat, yaitu
kedudukan (status) dan peranan. Kedudukan sosial artinya tempat seseorang dalam
lingkungan pergaulan, prestise hak-haknya serta kewajibannya. Kedudukan sosial
ini dapat dicapai oleh seseorang dengan usaha yang sengaja maupun diperoleh
karena kelahiran. Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan. Apabila
individu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka ia
menjalankan suatu peranan.
d.
Kebudayaan. Kebudayaan
yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat,
dan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh individu sebagai anggota masyarakat.
Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku
yang normatif, meliputi ciri-ciri pola pikir, merasakan dan bertindak.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup berasal dari dalam (internal) dan
dari luar (eksternal). Faktor internal meliputi sikap, pengalaman dan
pengamatan, kepribadian, konsep diri, motif , dan persepsi. Adapun faktor
eksternal meliputi kelompok referensi, keluarga, kelas sosial, dan kebudayaan.
Orang-orang yang berasal dari sub-budaya, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama
dapat memiliki gaya hidup yang berbeda. Gaya hidup adalah pola hidup seseorang
di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup
menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” yang berinteraksi dengan
lingkungannya. Pemasar mencari hubungan antara produknya dengan kelompok gaya
hidup konsumen. Contohnya, perusahaan penghasil komputer mungkin menemukan
bahwa sebagian besar pembeli komputer berorientasi pada pencapaian prestasi.
Dengan demikian, pemasar dapat dengan lebih jelas
mengarahkan mereknya ke gaya hidup orang yang berprestasi. Terutama bagaimana
dia ingin dipersepsikan oleh orang lain, sehingga gaya hidup sangat berkaitan
dengan bagaimana ia membentuk image di mata orang lain, berkaitan dengan status
sosial yang disandangnya. Untuk merefleksikan image inilah, dibutuhkan
simbol-simbol status tertentu, yang sangat berperan dalam mempengaruhi perilaku
konsumsinya. Fenomena
ini pokok pangkalnya adalah stratifikasi sosial, sebuah struktur sosial yang
terdiri lapisan-lapisan teratas sampai lapisan terbawah. Dalam struktur masyarakat
modern, status sosial haruslah diperjuangkan (achieved) dan bukannya karena
diberi atau berdasarkan garis keturunan (ascribed). Selayaknya status sosial
merupakan penghargaan masyarakat atas prestasi yang dicapai oleh seseorang.
Jika seseorang telah mencapai suatu prestasi tertentu, ia layak di tempatkan
pada lapisan tertentu dalam masyarakatnya.
Semua orang diharapkan mempunyai kesempatan yang sama
untuk meraih prestasi, dan melahirkan kompetisi untuk meraihnya. Jadi pada
kesimpulannya, gaya hidup adalah suatu pola atau cara individu mengekspresikan
atau mengaktualisasikan, cita-cita, kebiasaan / hobby, opini, dsb dengan
lingkungannya melalui cara yang unik, yang menyimbolkan status dan peranan
individu bagi linkungannya. Gaya hidup dapat dijadikan jendela dari kepribadian
masing-masing invidu.Setiap individu berhak dan bebas memilih gaya hidup mana
yang dijalaninya, baik itu gaya hidup mewah (glamour), gaya hidup hedonis, gaya
hidup punk, gaya hidup sehat, gaya hidup sederhana, dsb. Gaya hidup mewah
memang sudah menjadi bagian hidup manusia. Sebagai makhluk sosial,manusia
membutuhkan interaksi dengan banyak hal. Manusia memerlukan pemenuhan
kebutuhannya yang mencakup sandang,pangan, dan papan. Ketiga hal ini sangat
penting dalam kehidupan manusia. Manusia bergantung pada makanan,pakaian, dan
tempet tinggal. Kebutuhan akan ketiga hal tersebut menjadikan sebagian orang
memberlakukan gaya hidup mewah. Manusia memiliki nafsu yang berujung pada
masalah selera dan gengsi,termasuk gaya hidup mewah.
8.4.
Pengukuran Ganda Perilaku
Individu.
Pengukuran ganda perilaku individu
digunakan di dalam analisis perilaku konsumen.Kepribadian mempunyai efek atas
pembelian, namun gaya hidup memiliki efek yang lebih besar.Tentu saja sumber daya seperti pendapatan dan waktu
juga memberikan efek yang penting. Ancangan elektrik terhadap gaya
hidup adalah yang paling praktis untuk mengembangkan strategi pemasaran.Tujuannya adalah mengerti konsumen sebaik mungkin.
BAB VIII
MEMPENGARUHI SIKAP DAN PERILAKU
9.1.
Dari Bujukan Hingga Komunikasi.
Stimulan yang merupakan masukan
proses perilaku dibedakan atas rangsangan pemasaran dari pemasar dan rangsangan
dari lingkungan konsumen itu sendiri. Sedangkan proses pengambilan
keputusan dipengaruhi oleh faktor personal maupun sosial konsumen. Respons
perilaku konsumen dapat dijadikan faktor yang dapat membentuk keputusan
pembelian (yaitu pembelian selanjutnya) atau tidak melakukan pembelian (menolak
produk yang ditawarkan). Rangsangan pemasaran dari pemasar yang dapat mempengaruhi
sikap dan perilaku konsumen yaitu seluruh kegiatan pemasaran yang meliputi
bujukan hingga komunikasi mengenai produk tertentu yang ditawarkan. Para
pemasar dapat melakukan kegiatan yang dapat dijadikan teknik modifikasi
perilaku konsumen.
9.2.
Teknik Modifikasi Perilaku.
a.
Dorongan Prompting. Yaitu permintaan untuk melakukan
suatu tindakan kepada seseorang barangkali setiap orang yang pernah memesan
makanan di restoran fast-food pernah menjumpai dorongan.
b.
Teknik Banyak Permintaan (Many asking). Yaitu mengajukan
beberapa permintaan kepada konsumen dengan mengawalinya dari permintaan yang
kecil lalu ke permintaan yang lebih besar. Atau sebaliknya, diawali dari
permintaan besar kemudian diikuti oleh permintaan lebih kecil.
c.
Prinsip Resiprositas (Respority). Yaitu tehnik
meningkatkan kepatuhan konsumen atas perimintaan pemasar dengan lebih dahulu
menawarkan orang bersangkutan sejumlah hadiah atau sample produk.
d.
Peran Komitmen (Committement). Komitmen yang dipegang
secara konsisten akan meningkatkan jumlah pembelian. Komitmen yang tertulis
akan dapat meningkatkan konsistensi dalam bertransaksi Perusahaan penjualan
door to door telah menemukan keajaiban komitmen tertulis. Mereka dapat
mengurangi tingkat pembatalan hanya dengan meminta pelanggan mengisi formulir
perjanjian penjualan (sebagai tanda jadi).
e.
Pelabelan (Labelling). Melibatkan pelekatan semacam
gambaran pada seseorang, seperti `Anda Baik Hati`. Label diduga menyebabkan
orang memandang diri mereka dengan cara yang diisyaratkan oleh labelnya.
Pelabelan dapat digunakan oleh pemasar intuk menarik hati calin konsumen,
sehingga pembelian terjadi. Pemasar pakaian dapat mengatakan, `Anda orang tua
yang penuh perhatian.` di saat menawarkan pakaian untuk anak orang tersebut.
f.
Insentif (Insentif).
Insentif
merupakan jaaran luas alat-alat promosi, seperti korting harga, undian,
rabat,dll. Insentif biasanya mewakili komponen penting dari keseluruhan
strategi promosi produk.
BAB X
PENGARUH KEBUDAYAAN TERHADAP
PEMBELIAN DAN KONSUMENSI
10.1.
Pengertian
Kebudayaan.
Kebudayaan adalah hasil karya
manusia dalam usahanya mempertahankan hidup, mengembangkan keturunan dan
meningkatkan taraf kesejahteraan dengan segala keterbatasan kelengkapan
jasmaninya serta sumber- sumber alam yang ada disekitarnya. Kebudayaan boleh
dikatakan sebagai perwujudan tanggapan manusia terhadap tantangan-tantangan
yang dihadapi dalam proses penyesuaian diri mereka dengan lingkungan.
Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang
digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya,
serta menjadi kerangka landasan bagi mewujudkan dan mendorong terwujudnya
kelakuan.
Dalam definisi ini, kebudayaan
dilhat sebagai "mekanisme kontrol" bagi kelakuan dan
tindakan-tindakan manusia (Geertz, 1973a), atau sebagai "pola-pola bagi
kelakuan manusia" (Keesing & Keesing, 1971). Dengan demikian
kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, resep-resep,
rencana-rencana, dan strategi-strategi, yang terdiri atas serangkaian
model-model kognitif yang digunakan secara kolektif oleh manusia yang
memilikinya sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya (Spradley, 1972).
10.2.
Dimanakah
Seseorang Menemukan Nilai-Nilai Yang Dianutnya?
Nilai-nilai
ini diperoleh dan berkembang melalui informasi, lingkungan keluarga, serta
budaya sepanjang perjalanan hidupnya. Individu mempelajari semuanya melalui
proses belajar dari kehidupan sehari-hari dan belajar menentukan hal yang benar
maupun yang salah. Untuk memahami perbedaan nilai-nilai kehidupan ini sangat
tergantung pada situasi dan kondisi dimana mereka tumbuh dan berkembang.
Nilai-nilai tersebut diambil dengan berbagai cara, diantaranya yaitu :
a.
Model atau contoh, ialah dimana individu belajar
tentang nilai-nilai yang baik atau buruk melalui observasi perilaku keluarga,
sahabat, teman sejawat dan masyarakat lingkungannya dimana dia bergaul.
b.
Moralitas, diperoleh dari keluarga, ajaran agama,
sekolah, dan institusi tempatnya bekerja dan memberikan ruang dan waktu atau
kesempatan kepada individu untuk mempertimbangkan nilai-nilai yang berbeda.
c.
Sesuka hati, adalah proses dimana adaptasi nilai-nilai
ini kurang terarah dan sangat tergantung kepada nilai-nilai yang ada di dalam
diri seseorang dan memilih serta mengembangkan sistem nilai-nilai tersebut
menurut kemauan mereka sendiri. Hal ini lebih sering disebabkan karena
kurangnya pendekatan, atau tidak adanya bimbingan atau pembinaan sehingga dapat
menimbulkan kebingungan, dan konflik internal bagi individu tersebut.
d.
Penghargaan dan Sanksi, ialah perlakuan yang biasa
diterima seperti mendapatkan penghargaan bila menunjukan perilaku yang baik,
dan sebaliknya akan mendapat sanksi atau hukuman bila menunjukan perilaku yang
tak baik.
e.
Tanggung jawab untuk memilih, ialah adanya dorongan
internal untuk menggali nilai-nilai tertentu dan mempertimbangkan
konsekuensinya untuk diadaptasi. Disamping itu adanya dukungan dan bimbingan
dari seseorang yang akan menyempurnakan perkembangan sistem nilai dirinya
sendiri.
10.3.
Pengaruh
Keudayaan Terhadap Perilaku Konsumen.
Faktor budaya merupakan suatu yang paling memiliki
pengaruh paling luas pada perilaku konsumen. Pengiklan harus mengetahui peranan
yang dimainkan oleh budaya, subbudaya dan kelas sosial pembeli. Budaya adalah
penyebab paling mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Kebudayaan
adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang, terutama dalam perilaku
pengambilan keputusan dan perilaku pembelian. Dalam perkembangan sejarah budaya
konsumsi maka masyarakat konsumsi lahir pertama kali di Inggris pada abad 18
saat terjadinya tekhnologi produksi secara massal. Tekhnologi yang disebabkan
oleh berkembangnya revolusi industri memungkinkan perusahaan-perusahaan
memproduksi barang terstandarisasi dalam jumlah besar dengan harga yang relatif
murah.
Dengan adanya kebudayaan, perilaku konsumen mengalami
perubahan. Dengan memahami beberapa bentuk budaya dari masyarakat, dapat
membantu pemasar dalam memprediksi penerimaan konsumen terhadap suatu produk.
Pengaruh budaya dapat mempengaruhi masyarakat secara tidak sadar. Pengaruh
budaya sangat alami dan otomatis sehingga pengaruhnya terhadap perilaku sering
diterima begitu saja. Kebudayaan yang semakin berkembang mengakibatkan
pembelian dan konsumsi yang berubah pula. Kebudayaan secara tidak langsung
telah mempengaruhi dalam segala aspek kehidupan manusia. Para pemasar dapat
melihat perkembangan kebudayaan dengan cara melalui penjualan produk yang
dijual pada konsumen serta pengaruhnya terhadap pembelian dan konsumsi mereka.
Seraya melihat perubahan-perubahan nilai kebudayaan yang terjadi pada
masyarakat.
Strategi pemasaran juga memiliki makna yang dipercaya
bersama, seperti reaksi masyarakat terhadap iklan. Masyarakat Amerika terbiasa
mengungkap iklan dengan secara langsung dan terbuka, bahkan dianggap terlalu
‘fulgar’ atau emosional oleh sebagian masyarakat di negara lain. Atau promosi
diskon dan penjualan murah, di sebagian masyarakat bisa dianggap positif tetapi
bagian masyarakat lain bisa berbeda dan justru sering mendapat reaksi negatif
karena adanya anggapan bahwa barang yang didiskon pasti tidak berkualitas dan
barang sisa, cuci gudang atau barang yang tidak laku. Sehingga pemasar harus
hati-hati menangkap makna budaya dari produk dan merek yang akan dipasarkan
dengan melihat lingkungan budaya yang melekat pada target pasar yang akan
dipilihnya.
10.4.
Struktur
Konsumensi.
10.5.
Dampak
Nilai-Nilai Inti Terhadap Pemasar.
a. Kebutuhan.
Konsep dasar yang melandasi pemasaran adalah kebutuhan manusia. Kebutuhan
manusia adalah pernyataan dari rasa kahilangan, dan manusia mempunyai banyak
kebutuhan yang kompleks. Kebutuhan manusia yang kompleks tersebut karena ukan
hanya fisik (makanan, pakaian, perumahan dll), tetapi juga rasa aman,
aktualisasi diri, sosialisasi, penghargaan, kepemilikan. Semua kebutuhan
berasal dari masyarakat konsumen, bila tidak puas consumen akan mencari produk
atau jasa yang dapat memuaskan kebutuhan tersebut.
b. Keinginan.
Bentuk kebutuhan manusia yang dihasilkan oleh budaza dan kepribadian individual
dinamakan keinginan. Keinginan digambarkan dalam bentuk obyek yang akan
memuaskan kebutuhan mereka atau keinginan adalah hasrat akan penawar kebutuhan
yang spesifik. Masyarakat yang semakin berkembang, keinginannya juga semakin
luas, tetapi ada keterbatasan dana, waktu, tenaga dan ruang, sehingga
dibutuhkan perusahaan yang bisa memuaskan keinginan sekaligus memenuhi
kebutuhan manusia dengan menenbus keterbatasan tersebut, paling tidak
meminimalisasi keterbatasan sumber daya. Contoh : manusia butuh makan,
tetapi keinginan untuk memuaskan lapar tersebut terhgantung dari budayanya dan
lingkungan tumbuhnya. Orang Yogya akan memenuhi kebutuhan makannya dengan
gudeg, orang Jepang akan memuaskan keinginannya dengan makanan sukayaki dll.
c. Permintaan.
Dengan keinginan dan kebutuhan serta keterbatasan sumber daya tersebut,
akhirnya manusia menciptakan permintaan akan produk atau jasa dengan manfaat
yang paling memuaskan. Sehingga muncullah istilah permintaan, yaitu keinginan
menusia akan produk spesifik yang didukung oleh kemampuan dan ketersediaan
untuk membelinya.
10.6.
Perubahan
Nilai.
Budaya juga perlu mengalami
perubahan nilai. Ada beberapa aspek dari perlunya perluasan perubahan budaya
yaitu :
a. Budaya merupakan konsep yang
meliputi banyak hal atau luas. Hal tersebut termasuk segala sesuatu dari
pengaruh proses pemikiran individu dan perilakunya. Ketika budaya tidak
menentukan sifat dasar dari frekuensi pada dorongan biologis seperti lapar, hal
tersebut berpengaruh jika waktu dan cara dari dorongan ini akan memberi
kepuasan.
b. Budaya adalah hal yang diperoleh.
Namun tidak memaksudkan mewarisi respon dan kecenderungan. Bagaimanapun juga,
bermula dari perilaku manusia tersebut.
c. Kerumitan dari masyarakat modern
yang merupakan kebenaran budaya yang jarang memberikan ketentuan yang
terperinci atas perilaku yang tepat.
10.7.
Perubahan
Institusi.
Variasi nilai perubahan dalam nilai
budaya terhadap pembelian dan konsumsi. Nilai budaya memberikan dampak yang
lebih pada perilaku konsumen dimana dalam hal ini dimasukkan kedalam
kategori-kategori umum yaitu berupa orientasi nilai-nilai lainnya yaitu merefleksi
gambaran masyarakat dari hubungan yang tepat antara individu dan kelompok dalam
masyarakat. Hubungan ini mempunyai pengaruh yang utama dalam praktek pemasaran.
Sebagai contoh, jika masyarakat menilai aktifitas kolektif, konsumen akan
melihat kearah lain pada pedoman dalam keputusan pembelanjaan dan tidak akan
merespon keuntungan pada seruan promosi untuk “menjadi seorang individual”. Dan
begitu juga pada budaya yang individualistik. Sifat dasar dari nilai yang
terkait ini termasuk individual/kolektif, kaum muda/tua, meluas/batas keluarga,
maskulin/feminim, persaingan/kerjasama, dan perbedaan/keseragaman.
a.
Individual/kolektif.
Budaya
individualis terdapat pada budaya Amerika, Australia, Inggris, Kanada, New
Zealand, dan Swedia. Sedangkan Taiwan, Korea, Hongkong, Meksiko, Jepang, India,
dan Rusia lebih kolektifis dalam orientasi mereka. Nilai ini adalah faktor
kunci yang membedakan budaya, dan konsep diri yang berpengaruh besar pada
individu. Tidak mengherankan, konsumen dari budaya yang memiliki perbedaan
nilai, berbeda pula reaksi mereka pada produk asing, iklan, dan sumber yang
lebih disukai dari suatu informasi. Seperti contoh, konsumen dari Negara yang
lebih kolektifis cenderung untuk menjadi lebih suka meniru dan kurang inovatif
dalam pembelian mereka dibandingkan dengan budaya individualistik. Dalam tema
yang diangkat seperti ” be your self” dan “stand out”, mungkin lebih efektif
dinegara amerika tapi secara umum tidak di negara Jepang, Korea, atau Cina.
b.
Usia muda/tua.
Dalam hal
ini apakah dalam budaya pada suatu keluarga, anak-anak sebagai kaum muda lebih
berperan dibandingkan dengan orang dewasa dalam pembelian. Dengan kata lain
adalah melihat faktor budaya yang lebih bijaksana dalam melihat sisi dari peran
usia. Seperti contoh di Negara kepulauan Fiji, para orang tua memilih untuk
menyenangkan anak mereka dengan membeli suatu barang. Hal ini berbeda dengan
para orang tua di Amerika yang memberikan tuntutan yang positif bagi anak
mereka. Disamping itu, walaupun Cina memiliki kebijakan yang mengharuskan untuk
membatasi keluarga memiliki lebih dari satu anak, tetapi bagi budaya mereka
anak merupakan “kaisar kecil” bagi mereka. Jadi, apapun yang mereka inginkan
akan segera dipenuhi. Dengan kata lain, penting untuk diingat bahwa segmen
tradisional dan nilai masih berpengaruh dan pera pemasar harus menyesuaikan
bukan hanya pada lintas budaya melainkan juga pada budaya didalamnya.
c.
Luas/batasan keluarga.
Yang
dimaksud disini adalah bagaimana keluarga dalam suatu budaya membuat suatu
keputusan penting bagi anggota keluarganya. Dengan kata lain apakah peran orang
dewasa (orang tua) memiliki kebijakan yang lebih dalam memutuskan apa yang
terbaik bagi anaknya. Atau malah sebaliknya anak-anak memberi keputusan sendiri
apa yang terbaik bagi diri mereka sendiri. Dan bisa dikatakan juga bahwa
pengaruh pembelian oleh orang tua akan berpengaruh untuk seterusnya pada anak.
Seperti contoh pada beberapa budaya yaitu seperti di Meksiko, sama halnya
dengan Amerika, peran orang dewasa sangat berpengaruh. Para orang tua lebih
memiliki kecenderungan dalam mengambil keputusan dalam membeli. Begitu juga
para orang dewasa muda di Thailand yang hidup sendiri diluar dari orang tua
atau keluarga mereka. Tetapi ketergantungan dalam membeli masih dipengaruhi
oleh orang tua maupun keluarga mereka. Yang lain halnya di India, sesuatu hal
yang akan dibeli diputuskan bersama-sama dalam satu keluarga yaitu seperti
diskusi keluarga diantara mereka.
DAFTAR
PUSTAKA
https://dwichuswanda13.wordpress.com/2013/10/27/sumberdaya-konsumen-dan-pengetahuan/http://nonaninda.blogspot.com/2012/11/sikap-motivasi-dan-konsep-diri.html