Kamis, 14 November 2013

TUJUAN DINUL ISLAM



PENGERTIAN DINUL ISLAM.

Islam dalam pengertian Arab disebut dinul Islam. Kata Islam berasal dari akar kata S, L, M. Secara etimologis berarti aslama yang artinya menyerah, tunduk, atau patuh, salim yang artinya bersih, salam yang artinya keselamatan, salmi yang artinya perdamaian. Dinul Islam adalah tunduk atau patuh kepada jalan hidup yang berasal dari Allah SWT secara bersih untuk mencapai keselamatan hidup baik dunia maupun akhirat.

TUJUAN DINUL ISLAM.
  
1.       Memelihara Agama (Hifdzh Al-Din/حفظ الدّين)

Hifdzh Al-din secara bahasa adalah menjaga atau mempertahankan agama, artinya Islam sangat menjunjung tinggi terhadap nilai keutuhan umat dengan menumbuhkan rasa nasionalisme tinggi terhadap agama dan bangsa, sehigga hal-hal yang dapat mempengaruhi terhadap keutuhan Islam sangat diperhatikan, demi menumbuhkan rasa nasionalisme itu Islam membuat peraturan jihad (perang) bagi siapa saja yang mencoba untuk memperkeruh keutuhan ummat, karena Islam sangat menjunjung tinggi kebersamaan dan kesatuan dan Islam juga merupakan agama yang mulia dan tidak ada yang lebih mulya dari Islam ”al islamu ya’lu wala yu’la ‘alaihi”.

Pemeliharaan terhadap agama juga dapat dilakukan dengan ibadah-ibadah wajib, sebagaimana juga iman, syahadat, shalat, puasa dan lain-lain. Tujuannya adalah untuk menjaga agama. Rincian lebih jelasnya lagi adalah sebagai berikut :

Memelihara agama, berdasarkan kepentingannya, dapat dibedakan menjadi tiga peringkat :

a. Memelihara agama dalam tingkat dharuriyah yaitu memelihara dan melaksanakan kewajiban keagamaan yang masuk dalam peringkat primer, seperti melaksanakan shalat lima waktu. Kalau shalat itu diabaikan, maka akan terancamlah eksistensi agama.
b.   Memelihara agama dalam peringkat hajiyah yaitu melaksanakan ketentuan agama, dengan maksud menghidari kesulitan, seperti shalat jama dan qasar bagi orang yang sedang bepergian. Kalau ketentuan ini tidak dilaksanakan maka tidak mengancam eksistensi agama, melainkan hanya kita mempersulit bagi orang yang melakukannya.
c.      Memelihara agama dalam tingkat tahsiniyah yaitu mengikuti petunjuk agama guna menjunjung martabat manusia, sekaligus melengkapi pelaksanaan kewajiban kepada Tuhan, misalnya membersihkan badan, pakaian dan tempat.

2.       Memelihara Jiwa (Hifzh Al-Nafs/حفظ النّفس).

Hifdzh An-nafsi artinya menjaga dan mempertahankan jiwa. Setiap manusia diberi kebebasan dan diberi hak untuk melindungi diri dari berbagai macam bentuk uaha-usaha yang dapat melukai dirinya maupun orang yang menjadi tanggunganya (istri, anak, budak dan yang menjadi tanggunganya). Untuk itu dalam Islam dibuat aturan seperti Ash-shiyal (melindungi diri dari ancaman orang yang akan melukai atau membunuh meskipun dengan cara membunuh orang itu).

Memelihara jiwa berdasarkan tingkat kepentingannya dibedakan menjadi tiga peringkat sebagai berikut :

a.       Memelihara jiwa dalam tingkat dharuriyah seperti memenuhi kebutuhan pokok berupa makanan untuk mempertahankan hidup.
b.  Memelihara jiwa dalam tingkat hajiyat, seperti dibolehkannya berburu binatang untuk menikmati makanan yang lezat dan halal, kalau ini diabaikan maka tidak mengancam eksistensi kehidupan manusia, melainkan hanya mempersulit hidupnya.
c.       Memelihara jiwa dalam tingkat tahsiniyat seperti ditetapkan tata cara makan dan minum.

3.       Memelihara Akal (Hifzh Al-‘Aql/حفظ العقل)

Akal adalah kelebihan yang diberikan Allah kepada manusia dibanding dengan makhluk-makhluk-Nya yang lain. Dengan akal, manusia dapat membuat hal-hal yang dapat mempermudah urusan mereka di dunia. Namun, segala yang dimiliki manusia tentu ada keterbatasan-keterbatasan sehingga ada pagar-pagar yang tidak boleh dilewati. Syaikh Al-Albani berkata, ‘Akal menurut asal bahasa adalah at-tarbiyyah yaitu sesuatu yang mengekang dan mengikatnya agar tidak lari kekanan dan kekiri. Dan tidak mungkin bagi orang yang berakal tersebut tidak lari ke kanan dan kiri kecuali jika dia mengikuti kitab dan sunnah dan mengikat dirinya dengan pemahaman salaf.

Memelihara akal dari segi kepentingannya dibedakan menjadi 3 tingkat :

a.  Memelihara akal dalam tingkat dharuriyah seperti diharamkan meminum minuman keras karena berakibat terancamnya eksistensi akal.
b.       Memelihara akal dalam tingkat hajiyat, seperti dianjurkan menuntut ilmu pengetahuan.
c.  Memelihara akal dalam tingkat tahsiniyat seperti menghindarkan diri dari menghayal dan mendengarkan sesuatu yang tidak berfaedah.

4.       Memelihara Keturunan (Hifzh Al-Nasl/حفظ النّسل)

Hifdzh al-nasl artinya menjaga keturunan. Demi menjaga kelestarian umat diperlukan adanya aturan-aturan yang berkaitan dengan keberlangsungan atau eksistensi hidup, sebagai makhluq yang dipercaya oleh Allah menjadi kholifah di bumi ini perlu kiranya manusia menyadari bahwa populasi sangat diperlukan. Hal itu semata hanyalah sebagai upaya menjaga amanah dari Allah SWT. Untuk mewujudkan itu semua diperlukan adanya peraturan yang menangani masalah itu, dalam Islam di berlakukan hukum nikah lengkap dengan syarat rukun dan yang berkaitan denganya semisal tholaq (cerai), ruju’ (kembali pada istri setelah menjatuhkan talaq), khulu’ (gugatan dari istri minta di cerai suami), dan yang lainnya seprti larangan zina, nikah mut’ah (kawin kontrak).

Memelihara keturunan dari segi tingkat kebutuhannya dibedakan menjadi tiga :

a.      Memelihara keturunan dalam tingkat dharuriyah seperti disyariatkan nikah dan dilarang berzina.
b.     Memelihara keturunan dalam tingkat hajiyat, seperti ditetapkannya ketentuan menyebutkan mahar pada waktu akad nikah.
c.  Memelihara keturunan dalam tingkat tahsiniyat seperti disyaratkannya khitbah dan walimah dalam perkawinan.


5.       Memelihara Harta (Hifzh Al-Maal/حفظ المال)

Hifdhu Al-mal artinya melindungi dan menjaga harta kekayaan dari ulah jahil pihak lain. Begitu pedulinya Islam terhadap keutuhan umat, Islam memberikan hak pada masing-masing untuk mempertahankan segala apa yang ada dalam genggamanya sehingga diharapkan akan terwujud situasi yang kondusif aman terkandali karena masing-masing merasa punya hak dan kewajiban, untuk mewujudkan itu diberlakukan hukum sanksi bagi yang melanggar diantaranya:

Had sariqoh (sanksi bagi pencuri) dengan cara potong tangan, Had ikhtilas (sanksi bagi pencopet), had qothi’utthoriq (sanksi bagi penodong), ta’zir bagi pelaku ghosob, dan lain-lain. Tentang cara dan bentuk sanksi yang diberikan bagi para pelaku tindak kriminal di atas itu ada beberapa perincian yang telah disebutkan dalam beberapa kitab fiqih, tidak cukup hanya peraturan tentang sanksi, Islam juga telah menerapkan beberapa trik dan cara untuk menjadikan harta menjadi harta yang baik halal dengan cara di buat aturan-aturan infestasi yang baik dan menguntungkan hal itu terbukti dengan adanya aturan-aturan dalam bai’ (transaksi jual beli), syirkah (modal bersama atau koperasi), ijaroh (sewa), rohn (gadai), qirodh (tanam modal), dan lain-lain.

Memelihara harta dapat dibedakan menjadi tiga tingkat sebagai berikut :

a.  Memelihara harta dalam tingkat dharuriyah seperti syariat tentang tata cara pemilikan harta dan larangan mengambil harta orang dengan cara yang tidak sah.
b.    Memelihara harta dalam tingkat hajiyat, seperti syariat tentang jual beli tentang jual beli salam.
c.   Memelihara harta dalam tingkat tahsiniyat seperti ketentuan menghindarkan diri dari pengecohan atau penipuan.

KESIMPULAN

Ketetapan hukum dalam Islam tentunya memiliki argumentasi yang bisa diterima oleh akal manusia. Dalam Islam perintah atau larangan tidaklah diberlakukan tanpa maksud. Islam memerintahkan atau melarang untuk melakukan sesuatu demi menjaga atau melindungi lima hal yang dikenal sebagai maqashid asy-syariah. Kelima hal itu adalah hifdzh al-din (memelihara agama), hifdzh al-‘aql (memelihara akal), hifdzh al-mal (memelihara harta benda), hifdzh al-nafs (memelihara hak hidup), dan hifdzh al-nasl (memelihara hak untuk mengembangkan keturunan). Kelima prinsip dasar inilah yang juga menjadikan Islam sebagai garda agama rahmatan lil 'alamin.

Islam sebagai agama yang rahmatan lil 'alamin juga dapat ditelusuri dari ajaran-ajaran yang berkaitan dengan kemanusiaan dan keadilan. Dari sisi konsep pengajaran tentang keadilan, Islam adalah satu jalan hidup yang sempurna, meliputi semua dimensi kehidupan. Islam memberikan bimbingan untuk setiap langkah kehidupan perseorangan maupun masyarakat, material dan moral, ekonomi dan politik, hukum dan kebudayaan, nasional dan internasional.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar