PERILAKU ANTAR KELOMPOK DALAM
MANAJEMEN KONFLIK
I
. Pengertian Konflik
Menurut Nardjana
(1994), konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang
berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya
saling tergantungan.
Menurut Killman
dan Thomas (1978), konflik adalah kondisi terjadinya keetidak cocokan
antara nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri
individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah
dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau
stress yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (wijono, 1993, p.4).
Menurut Wood,
Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998 : 580) yang dimaksud
dengan konflik ( dalam ruang lingkup organisasi) yaitu : conflict is a situation which two more people disagree over issue of organisational
substance and/or experience some emotional antagonism with one another. Yang
kurang lebih artinya, konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang
saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan
organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang
lainnya.
Menurut Stoner konflik organisasi adalh mencakup ketidaksepakatan
soal alokasi sumberdaya yang langka atau perselisihan soal tujuan, status,
nilai, perpepsi, atau kepribadian. (wahyudi, 2006 : 17).
Menurut Daniel Webster Mendefinisikan konflik sebagai :
a. persaiangan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama
lain. b. keadaan atau perilaku yang bertentangan (pickering, 2001).
II . Pengertian Manajemen Konflik
Manajemen
konflik adalah serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku dengan pihak luar dalam
suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang
berorientasi pada proses yang mengarahkan pada brntuk komunikasi (termasuk
tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi
kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (diluar yang
berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperluhkannya adalah informasi yang
akurat tentang situasi konflik. Hal tesebut karena komunikasi efktif di antara
pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Menurut
Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para
pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil
tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa
penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan,
hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif.
Manajemen
konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan
masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh
pihak ketiga. Suatu pendekatan yang beroroientasi pada proses manajemen konflik
menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana
mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.
III
. Ciri-ciri Konflik
Menurut Wijono (1993 : 37) ciri-ciri konflik adalah :
1.
Setidak-tidaknya ada dua pihak secara
perseorangan maupun kelompok yang terlibat dalam suatu interaksi yang saling
bertentangan.
2.
Paling tidak timbul pertentangan antara
dua pihak secara perseorangan maupun kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan
peran dan ambigius atau adanya nilai-nilai atau norma yang saling berlawanan.
3.
Munculnya interaksi yang sering kali
ditandai dengan gejala-gejala perilaku yang direncanakan untuk saling
meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihak lain agar dapat memperoleh
keuntungan seperti : status, jabatan, tanggung jawab, pemenuhan berbagai macam
kebutuhan fisik seperti: sandang pangan, materi, dan kesejahteraan atau
tunjangan-tunjangan tertentu.
4.
Munculnya tindakan yang saling
berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan yang berlarut-larut.
5.
Munculnya ketidakseimbangan akibat dari
usaha masing-masing pihak yang terkait dengan kedudukan, status sosial,
pangkat, golongan, kewibawaan, kekuasaan, harga diri, dan sebagainya.
IV
. Dampak Konflik Terhadap Kelompok
Dampak
konflik terhadap kelompok dibagi menjadi 2 yaitu konflik yang berdampak positif
dan juga konflik berdampak negatif yang rinciannya adalah sebagai berikut :
1.
Dampak Positif Konflik
Menurut
Wijono (1993 : 3), bila upaya penanganan dan pengelolaan konflik karyawan
dilakukan secara efisien dan efektif maka dampak positif akan muncul melalui
perilaku yang dinampakkan oleh karyawan sebagai sumber daya manusia potensial
dengan berbagai akibat sebagai berikut :
a. Meningkatkan
ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu bekerja. Contohnya adalah
seperti tidak ada karyawan yang absen tanpa alas an yang jelas, masuk dan
pulang kerja tepat pada waktunya, sedangkan pada saat jam kerja karyawan
menggunakan waktunya secara efektif, dan akhirnya hasil kerja meningkatkan baik
kuantitas maupun kualitas kerjanya.
b. Meningkatkan
hubungan kerja sama yang produkif. Hal ini terlihat dari cara pembagian tugas
dan tanggung jawab sesuai dengan analisis pekerjaan masing-masing.
c. Meningkatkan
motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antar pribadi maupun
antar kelompok dalam organisasi. Seperti terlihat dalam upaya peningkatan
prestasi kerja, tanggung jawab, dedikasi, loyalitas, kejujuran, inisiatif dan
kreativitas.
d. Semakin
berkurannya tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat membuat stress bahkan
produktivitas kerja semakin meningkat. Hal ini karena karyawan memperoleh
perasaan-perasaan aman, kepercayaan diri, penghargaan dalam keberhasilan
kerjanya atau bahkan bisa mengembangkan karier dan potensi dirinya secara
optimal.
e. Banyaknya
karyawan yang dapat mengembangkan kariernya sesuai dengan potensinya melalui
pelayanan pendidikan (education), pelatihan (training) dan konseling
(counseling) dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Semua ini bisa
menjadikan tujuan organisasi tercapai dan produktivitas kerja meningkat
akhirnya kesejahteraan karyawan terjamin.
2.
Dampak
Negatif Konflik
Dampak
negatif konflik (Wijono, 1993, p.2), sesungguhnya disebabkan oleh kurangefektif
dalam pengelolaannya yaitu ada kecenderungan untuk membiarkan konflik tumbuh
subur dan menghindari terjadinya konflik. Akibatnya muncul keadaan-keadaan
sebagai berikut :
a. Meningkatkan
jumlah absensi karyawan dan seringnya karyawan mangkir pada waktu jam-jam kerja
berlangsung. Contohnya adalah seperti misalnya ngobrol berjam-jam sambil
mendengarkan sandiwara radio, berjalan mondar-mandir menyibukkan diri, tidur
selama pimpinan tidak ada di tempat, pulang lebih awal atau datang terlambat
dengan berbagai alasan yang tak jelas.
b. Banyaknya
karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman kerjanya yang dirasakan
kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung jawab. Contoh seringnya terjadi
perselisihan antar karyawan yang bisa memancing kemarahan, ketersinggungan yang
akhirnya dapat mempengaruhi pekerjaan, kondisi psikis dan keluarganya.
c. Banyaknya
karyawan yang sakit-sakitan, sulit untuk konsentrasi dalam pekerjaannya, muncul
perasaan-perasaan kurang aman, merasa tertolak oleh teman maupun atasan, merasa
tidak dihargai hasil pekerjaannya, timbul stress yang berkepanjangan yang bisa
berakibat sakit tekanan darah tinggi, maag atau dan lainnya.
d. Seringnya
karyawan melakukan mekanisme pertahanan diri bila memperoleh teguran dari
atasan. Contoh misalnya mengadakan sabotase terhadap jalannya produksi, dengan
cara merusak mesin-mesin atau peralatan kerja, mengadakan provokasi terhadap
rekan kerja, membuat intrik-intrik yang merugikan orang lain.
e. Meningkatkan
kecenderungan karyawan yang keluar masuk dan ini disebut labor turn-over.
Kondisi semacam ini bisa menghambat kelancaran dan kestabilan orgabnisasi
secara menyeluruh karena produksi bisa macet, kehilangan karyawan potensial,
waktu tersita hanya untuk kegiatan seleksi dan memberikan latihan dan dapat
muncul pemborosan dalam cost benefit.
Konflik
yang tidak terselesaikan dapat merusak lingkungan kerja sekaligus orang-orang
di dalamnya, oleh karena itu konflik harus mendapat perhatian. Jika tidak, maka
seorang manajer akan terjebak pada hal-hal seperti:
1. Kehilangan
karyawan yang berharga dan memiliki keahlian teknis.
2. Menahan
dan mengubah informasi yang diperluhkan rekan-rekan sekerja yang lurus hati
agar tetap dapat mencapai prestasi.
3. Keputusan
yang lebih buruk yang diambil oleh perseorangan atau tim karena mereka sibuk
memusatkan perhatian pada orangnya, bukan pada masalahnya.
4. Kemungkinana
sabotase terhadap pekerjaan atau peralatan. Seringkali dimaklumi sebagian fktor
“kecelakaan” atau “lupa”.
5. Sabotase
terhadap hubungan pribadi dan reputasi anggota tim melalui gossip dan kabar
burung.
6. Menurunkan
modal, semangat, dan motivasi kerja.
7. Masalah
yang berkaitan dengan stress. Ada bermacam-macam, mulai dari efisiensi yang
berkurang sampai kebiasaan membolos kerja. (Stevenin, 2000 :131-132).
V
. Sumber Terjadinya Konflik Antara Kelompok
1.
Saling Ketergantungan Tugas
Ketergantungan tugas
terjadi jika dua atau lebih kelompok tergantung satu sama lainnya dalam
menyelesaikan tugasnya. Potensi menigkatnya konflik tergantung pada sejauh mana
kadar dari saling ketergantungan antara satu kelompok dengan kelompok yang
lain, semakin tinggi kemungkinan timbulnya konflik, ada 3 jenis ketergantungan
yang diidentifikasi, tergantungan yang dikelompokan, ketergantungan berurutan,
dan ketergantungan timbal balik.
a.
Ketergantungan yang dikelompokkan
Ketergantungan yang dikelompokkan terjadi jika masing-masing
kelompok dalam melakukan aktivitasnya tidak tergantung antara kelompok yang
satu dengan yang lainnya, akan tetapi prestasi yang dikelompokkan akan
menentukan prestasi organisasi secara keseluruhan. Potensi timbulnya konflik
dengan adanya ketergantungan yang dikelompokkan relatif rendah.
b.
Ketergantungan berurutan
Ketergantungan berurutan terjadi jika suatu kelompok beru dapat
memulai tugasnya jika kelompok yang lainnya telah menyelesaikan tugasnya.
c.
Ketergantungan timbal balik
Ketergantungan timbal balik terjadi jika prestasi kelompok saling
tergantung antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya. Saling
ketergantungan timbal balik terjadi pada berbagai organisasi, seperti berbagai
unit dalam lembaga rumah sakit.
2. Perbedaan Tujuan dan Prioritas
Perbedaan orientasi dari masing-masing sub unit
atau kelompok mempengaruhi secara dari masing-masing subunit atau kelompok
mengejar tujuannya, dan seringkali tujuan dari masing-masing subunit atau
kelompok tersebut saling bertentangan.
3. Faktor Birokrasi (Lini Staf)
Jenis konflik birokratik yang bersifat klasik
adalah konflik antara fungsi atau wewenang garis dan staf. Fungsi atau wewenang
garis adalah terlibat secara langsung dalam menghasilkan keluaran organisasi.
Manajer lini dan garis mempunyai wewenang dalam proses pengembalian keputusan
dalam lingkup bidang fungsionalnya.
4. Kriteria penilaian Prestasi Yang Saling Bertentangan
Kadang kala konflik antara subunit atau kelompok
dalam oganisasi tidak disebabkan oleh karena tujuan yang sering bertentangan,
tetapi karena cara organisasi dalam menilai prestasi yang dikatakan dengan
perolehan imbalan membawanya ke dalam konflik.
5. Persaingan Terhadap Sumber Daya Yang Langka
Persaingan dalam memperebutkan sumber daya tidak
akan menimbulkan konflik manakala sumber daya yang tersedia secara berlimpah
sehingga masing-masing subunit dapat memanfaatkannya sesuai dengan
kebutuhannya. Akan tetapi ketika sumber daya yang ada tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan dari masing-masing subunit atau kelompok maka masing-masing
subunit atau kelompok berupaya untuk mendapatkan porsi sumber daya yang langka
tersebut lebih besar dari yang lain maka konflik mulai muncul.
6. Sikap Menang Kalah
Ada sejumlah kondisi yang memungkinkan
terjadinya sikap menang-kalah :
a. Jika satu kelompok hanya
mengejar kepentingan.
b. Jika kelompok tertentu
mencoba untuk meningkatkan kekuasaan posisinya.
c. Jika kelompok
tertentu menggunakan ancaman untuk mencapai tujuannya.
d. Jika kelompok tertentu
selalu berusaha untuk mengekploitasi kelompok yang lainnya.
e.
Jika kelompok tertentu berusaha mengisolasi kelompok yang lainnya.
VI . Konsekuensi Dari Konflik
1. Perubahan dalam kelompok
a.
Meningkatkan kekompakan kelompok.
b.
Timbulnya kepemimpinan otokrasi dalam situasi konflik yang ekstrim
dan ketika ancaman mulai terlihat cara kepemimpinan demokratis menjadi kurang
popular, para pemimpin menjadi lebih otokratis.
c.
Focus pada aktivitas,
d.
Menekankan pada loyalitas.
2. Perubahan di antara
kelompok
a.
Destorsi persepsi
Persepsi dari setiap
anggota kelompok menjadi terganggu, para anggota kelompok menembangkan pendapat
yang lebih kuat akan pentingnya kesatuan mereka.
b.
Stereotip yang negative
Sejalan dengan
meningkatnya konflik dan presepsi menjadi lebih terganggu, semua stereotip yang
negatif yang pernah ada menguat kembali.
c.
Penurunan komunikasi
Dalam konflik komunikasi
di antara kelompok biasanya terputus, ini biasanya menjadi sangat tidak
berguna, khususnya jika ada saling ketergantungan yang berurutan atau timbal
balik.
VII . Pengelompokan Konflik Antar Kelompok
1.
Konflik Dalam Diri Seseorang
Seseorang
dapat mengalami konflik internal dalam dirinya karena ia harus memilih tujuan
yang saling bertentangan. Ia merasa bimbang mana yang harus dipilih atau
dilakukan konflik dalam diri seseorang juga dapat terjadi karena tuntutan tugas
yang melebihi kemampuannya.
2.
Konflik Antar Individu
Konflik
antar individu terjadi seringkali disebabkan oleh adanya perbedaan tentang isu
tertentu tindakan dan tujuan dimana hasil bersama sangat menentukan.
3.
Konflik Antar Anggota Kelompok
Suatu
kelompok dapat mengalami konflik subtantif atau konflik afektif. Konflik
subtantif adalah konflik yang terjadi karena latar belakang keahlian yang
berbeda.
4.
Konflik Antar Kelompok
Konflik
antar kelompok terjadi karena masing-masing kelompok ingin mengejar kepentingan
atau tujuan kelompoknya masing-masing. Misalnya konflik yang mungkin terjadi
antara bagian produksi dengan bagian pemasaran.
5.
Konflik Intra Organisasi
Konflik
intra organisasi meliputi 4 sub jenis yaitu konflik vertical, horizontal, lini
staf, peran konflik vertical terjadi antara manajer dengan bawahan yang tidak
sependapat tentang cara terbaik untuk menyelesaikan suatu tugas. Konflik
horizontal terjadi antara karyawan atau departemen yang memiliki hirarki yang
sama dalam organisasi.
6.
Konflik Antar Organisasi
Konflik
bisa juga terjadi antara organisasi karena mereka memiliki ketergantungan satu
sama yang lain terhadap pemasok, pelanggan, maupun distributor. Seberapa jauh
konflik terjadi tergantung kepada seberapa besar tindakan suatu organisasi
menyebabkan adanya dampak negatif terhadap organisasi yang lainnya, atau
mencoba mengendalikan sumber-sumber vital organisasi.
VIII. Penyebab Konflik
1.
Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan
perasaan.
Setiap
manusia adalah individu yang unik. Artinya seriap orang memiliki pendirian dan
perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan
perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi factor
penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorangan
tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas
music dilingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda.
Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
2.
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk
pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang
sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian
kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan
menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
3.
Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia
memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda.
Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok
memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal
yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya
perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat
menanggaphutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan
mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menebang
pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun
atau lading. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian
kayunya disekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi
pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus
dilestarikan.
4.
Perubahan-perubahan niali yang cepat dan mendadak dalam
masyarakat.
Perubahan
adalah sesuatu yang lazim dan wajar tejadi, tetapi jika perubahan itu
berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu
terjadinya konflik sosial. Misalnya para masyarakat pedesaan yang mengalami
proses indrualisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab
nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai
kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang
disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan
structural yang disusun dalam organisasiformal perusahaan. Nilai-nilai
kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan
waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas
seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industry. Perubahan-perubahan
inilah, jika terjadi secara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan
prosese-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan
terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan
masyarakat yang telah ada.
IX . Akibat Konflik
Hasil
dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
1.
Meningkatkan solidaritas sesame anggota kelompok (ingroup) yang
mengalami konflik dengan kelompok lain.
2.
Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
3.
Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa
dendam, benci, saling curiga.
4.
Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
5.
Dominasi bahkan penakhlukan salah satu pihak yang terlibat dalam
konflik.
Para
pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat
menghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi;
pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan
pihak lain. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut :
a.
Pengertian yang tinggi untuk kedua belah pihak akan menghasilkan
percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
b.
Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan
menghasilkan percobaan untuk “memenangkan” konflik.
c.
Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan
menghasilkan percobaan yang memberikan “kemenangan” konflik bagi pihak
tersebut.
d.
Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan
percobaan untuk menghindari konflik.
X . Strategi Mengatasi Konflik
a.
Apapun sumber masalahnya, langkah mendasar yang harus kita ambil
yang besifat mendasar dalam mengatasi kesulitan adalah pengenalan, sesenjangan
antara keadaan yang ada diidentifikasikan dan bagaimana keadaan yang
seharusnya. Satu-satunya yang jadi perangkap adalah kesalahan dalam mendeteksi
(tidak mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal sebenarnya
tidak ada).
b.
Diagnosis adalah metode yang penting yang benar dan telah diuji
mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna.
Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele.
c.
Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari
orang-orang yang terlibat didalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak dapat
diterapkan atau tidak praktis jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang
tidak terlalu baik.
d.
Pelaksanaan adalah ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan
kerugian. Hati-hati, jangan biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi
pilihan dan arah kelompok.
e.
Evaluasi adalah penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan
serangkaian masalah baru. Jika penyelesaiannya tampak tidak berhasil,
kembalilah ke langkah-langkah sebelumnya dan cobalah lagi.
XI . Jenis-jenis Konflik
Menurut Dahrendrof,
konflik dibagi menjadi 4 macam sebagai berikut:
1.
Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya
antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role)).
2.
Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar
gank).
3.
Konflik kelompok terorganisasi dan tidak terorganisir (polisi
melawanmassa).
4.
Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
XII . Contoh Konflik
PT Golden Castle , bergerak dalam
bidang konveksi atau textil, mengalami konflik antara perusahaan dengan
karyawan. Konflik ini terjadi yang disebabkan oleh adanya miss communication
antar atasan dengan karyawan. Adanya perubahan kebijakan dalam perusahaan
mengenai penghitungan gaji atau upah kerja karyawan , namun pihak perusahaan
belum memberitahukan para karyawan, sehingga karyawan merasa
diperlakukan semena-mena oleh pihak perusahaan. Para karyawan
mengambil tindakan yaitu dengan mendemo perusahaan, Namun tindakan ini berujung
pada PHKbesar-besaran yang dilakukan oleh perusahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar