Kamis, 23 April 2015

PERILAKU ANTAR KELOMPOK DALAM MANAJEMEN KONFLIK


PERILAKU ANTAR KELOMPOK DALAM MANAJEMEN KONFLIK

I . Pengertian Konflik
            Menurut Nardjana (1994), konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling tergantungan.
            Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik adalah kondisi terjadinya keetidak cocokan antara nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stress yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (wijono, 1993, p.4).
            Menurut Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998 : 580) yang dimaksud dengan konflik ( dalam ruang lingkup organisasi) yaitu : conflict is a situation which two more people disagree over issue of organisational substance and/or experience some emotional antagonism with one another. Yang kurang lebih artinya, konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya.
            Menurut Stoner konflik organisasi adalh mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya yang langka atau perselisihan soal tujuan, status, nilai, perpepsi, atau kepribadian. (wahyudi, 2006 : 17).
            Menurut Daniel Webster Mendefinisikan konflik sebagai : a. persaiangan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain. b. keadaan atau perilaku yang bertentangan (pickering, 2001).  
    
II  . Pengertian Manajemen Konflik
Manajemen konflik adalah serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku dengan pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada brntuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (diluar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperluhkannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal tesebut karena komunikasi efktif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif.
Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang beroroientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.

III . Ciri-ciri Konflik
            Menurut Wijono (1993 : 37) ciri-ciri konflik adalah :
1.      Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok yang terlibat dalam suatu interaksi yang saling bertentangan.
2.      Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan maupun kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan ambigius atau adanya nilai-nilai atau norma yang saling berlawanan.
3.      Munculnya interaksi yang sering kali ditandai dengan gejala-gejala perilaku yang direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihak lain agar dapat memperoleh keuntungan seperti : status, jabatan, tanggung jawab, pemenuhan berbagai macam kebutuhan fisik seperti: sandang pangan, materi, dan kesejahteraan atau tunjangan-tunjangan tertentu.
4.      Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan yang berlarut-larut.
5.      Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak yang terkait dengan kedudukan, status sosial, pangkat, golongan, kewibawaan, kekuasaan, harga diri, dan sebagainya.

IV . Dampak Konflik Terhadap Kelompok
Dampak konflik terhadap kelompok dibagi menjadi 2 yaitu konflik yang berdampak positif dan juga konflik berdampak negatif yang rinciannya adalah sebagai berikut :
1.      Dampak Positif Konflik
Menurut Wijono (1993 : 3), bila upaya penanganan dan pengelolaan konflik karyawan dilakukan secara efisien dan efektif maka dampak positif akan muncul melalui perilaku yang dinampakkan oleh karyawan sebagai sumber daya manusia potensial dengan berbagai akibat sebagai berikut :
a.       Meningkatkan ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu bekerja. Contohnya adalah seperti tidak ada karyawan yang absen tanpa alas an yang jelas, masuk dan pulang kerja tepat pada waktunya, sedangkan pada saat jam kerja karyawan menggunakan waktunya secara efektif, dan akhirnya hasil kerja meningkatkan baik kuantitas maupun kualitas kerjanya.
b.      Meningkatkan hubungan kerja sama yang produkif. Hal ini terlihat dari cara pembagian tugas dan tanggung jawab sesuai dengan analisis pekerjaan masing-masing.
c.       Meningkatkan motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antar pribadi maupun antar kelompok dalam organisasi. Seperti terlihat dalam upaya peningkatan prestasi kerja, tanggung jawab, dedikasi, loyalitas, kejujuran, inisiatif dan kreativitas.
d.      Semakin berkurannya tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat membuat stress bahkan produktivitas kerja semakin meningkat. Hal ini karena karyawan memperoleh perasaan-perasaan aman, kepercayaan diri, penghargaan dalam keberhasilan kerjanya atau bahkan bisa mengembangkan karier dan potensi dirinya secara optimal.
e.       Banyaknya karyawan yang dapat mengembangkan kariernya sesuai dengan potensinya melalui pelayanan pendidikan (education), pelatihan (training) dan konseling (counseling) dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Semua ini bisa menjadikan tujuan organisasi tercapai dan produktivitas kerja meningkat akhirnya kesejahteraan karyawan terjamin.

2.       Dampak Negatif Konflik
Dampak negatif konflik (Wijono, 1993, p.2), sesungguhnya disebabkan oleh kurangefektif dalam pengelolaannya yaitu ada kecenderungan untuk membiarkan konflik tumbuh subur dan menghindari terjadinya konflik. Akibatnya muncul keadaan-keadaan sebagai berikut :
a.       Meningkatkan jumlah absensi karyawan dan seringnya karyawan mangkir pada waktu jam-jam kerja berlangsung. Contohnya adalah seperti misalnya ngobrol berjam-jam sambil mendengarkan sandiwara radio, berjalan mondar-mandir menyibukkan diri, tidur selama pimpinan tidak ada di tempat, pulang lebih awal atau datang terlambat dengan berbagai alasan yang tak jelas.
b.      Banyaknya karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman kerjanya yang dirasakan kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung jawab. Contoh seringnya terjadi perselisihan antar karyawan yang bisa memancing kemarahan, ketersinggungan yang akhirnya dapat mempengaruhi pekerjaan, kondisi psikis dan keluarganya.
c.       Banyaknya karyawan yang sakit-sakitan, sulit untuk konsentrasi dalam pekerjaannya, muncul perasaan-perasaan kurang aman, merasa tertolak oleh teman maupun atasan, merasa tidak dihargai hasil pekerjaannya, timbul stress yang berkepanjangan yang bisa berakibat sakit tekanan darah tinggi, maag atau dan lainnya.
d.      Seringnya karyawan melakukan mekanisme pertahanan diri bila memperoleh teguran dari atasan. Contoh misalnya mengadakan sabotase terhadap jalannya produksi, dengan cara merusak mesin-mesin atau peralatan kerja, mengadakan provokasi terhadap rekan kerja, membuat intrik-intrik yang merugikan orang lain.
e.       Meningkatkan kecenderungan karyawan yang keluar masuk dan ini disebut labor turn-over. Kondisi semacam ini bisa menghambat kelancaran dan kestabilan orgabnisasi secara menyeluruh karena produksi bisa macet, kehilangan karyawan potensial, waktu tersita hanya untuk kegiatan seleksi dan memberikan latihan dan dapat muncul pemborosan dalam cost benefit.
Konflik yang tidak terselesaikan dapat merusak lingkungan kerja sekaligus orang-orang di dalamnya, oleh karena itu konflik harus mendapat perhatian. Jika tidak, maka seorang manajer akan terjebak pada hal-hal seperti:
1.      Kehilangan karyawan yang berharga dan memiliki keahlian teknis.
2.      Menahan dan mengubah informasi yang diperluhkan rekan-rekan sekerja yang lurus hati agar tetap dapat mencapai prestasi.
3.      Keputusan yang lebih buruk yang diambil oleh perseorangan atau tim karena mereka sibuk memusatkan perhatian pada orangnya, bukan pada masalahnya.
4.      Kemungkinana sabotase terhadap pekerjaan atau peralatan. Seringkali dimaklumi sebagian fktor “kecelakaan” atau “lupa”.
5.      Sabotase terhadap hubungan pribadi dan reputasi anggota tim melalui gossip dan kabar burung.
6.      Menurunkan modal, semangat, dan motivasi kerja.
7.      Masalah yang berkaitan dengan stress. Ada bermacam-macam, mulai dari efisiensi yang berkurang sampai kebiasaan membolos kerja. (Stevenin, 2000 :131-132).

V . Sumber Terjadinya Konflik Antara Kelompok
1.      Saling Ketergantungan Tugas
Ketergantungan tugas terjadi jika dua atau lebih kelompok tergantung satu sama lainnya dalam menyelesaikan tugasnya. Potensi menigkatnya konflik tergantung pada sejauh mana kadar dari saling ketergantungan antara satu kelompok dengan kelompok yang lain, semakin tinggi kemungkinan timbulnya konflik, ada 3 jenis ketergantungan yang diidentifikasi, tergantungan yang dikelompokan, ketergantungan berurutan, dan ketergantungan timbal balik.
a.          Ketergantungan yang dikelompokkan
Ketergantungan yang dikelompokkan terjadi jika masing-masing kelompok dalam melakukan aktivitasnya tidak tergantung antara kelompok yang satu dengan yang lainnya, akan tetapi prestasi yang dikelompokkan akan menentukan prestasi organisasi secara keseluruhan. Potensi timbulnya konflik dengan adanya ketergantungan yang dikelompokkan relatif rendah.
b.           Ketergantungan berurutan
Ketergantungan berurutan terjadi jika suatu kelompok beru dapat memulai tugasnya jika kelompok yang lainnya telah menyelesaikan tugasnya.
c.          Ketergantungan timbal balik
Ketergantungan timbal balik terjadi jika prestasi kelompok saling tergantung antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya. Saling ketergantungan timbal balik terjadi pada berbagai organisasi, seperti berbagai unit dalam lembaga rumah sakit.
2.      Perbedaan Tujuan dan Prioritas
Perbedaan orientasi dari masing-masing sub unit atau kelompok mempengaruhi secara dari masing-masing subunit atau kelompok mengejar tujuannya, dan seringkali tujuan dari masing-masing subunit atau kelompok tersebut saling bertentangan.
3.      Faktor Birokrasi (Lini Staf)
Jenis konflik birokratik yang bersifat klasik adalah konflik antara fungsi atau wewenang garis dan staf. Fungsi atau wewenang garis adalah terlibat secara langsung dalam menghasilkan keluaran organisasi. Manajer lini dan garis mempunyai wewenang dalam proses pengembalian keputusan dalam lingkup bidang fungsionalnya.
4.      Kriteria penilaian Prestasi Yang Saling Bertentangan
Kadang kala konflik antara subunit atau kelompok dalam oganisasi tidak disebabkan oleh karena tujuan yang sering bertentangan, tetapi karena cara organisasi dalam menilai prestasi yang dikatakan dengan perolehan imbalan membawanya ke dalam konflik.
5.      Persaingan Terhadap Sumber Daya Yang Langka
Persaingan dalam memperebutkan sumber daya tidak akan menimbulkan konflik manakala sumber daya yang tersedia secara berlimpah sehingga masing-masing subunit dapat memanfaatkannya sesuai dengan kebutuhannya. Akan tetapi ketika sumber daya yang ada tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dari masing-masing subunit atau kelompok maka masing-masing subunit atau kelompok berupaya untuk mendapatkan porsi sumber daya yang langka tersebut lebih besar dari yang lain maka konflik mulai muncul.
6.      Sikap Menang Kalah
Ada sejumlah kondisi yang memungkinkan terjadinya sikap menang-kalah :
a.    Jika satu kelompok hanya mengejar kepentingan.
b.    Jika kelompok tertentu mencoba untuk meningkatkan kekuasaan posisinya.
c.    Jika kelompok tertentu  menggunakan ancaman untuk mencapai tujuannya.
d.    Jika kelompok tertentu selalu berusaha untuk mengekploitasi kelompok yang lainnya.
e.    Jika kelompok tertentu berusaha mengisolasi kelompok yang lainnya.

VI . Konsekuensi Dari Konflik
1.      Perubahan dalam kelompok
a.       Meningkatkan kekompakan kelompok.
b.      Timbulnya kepemimpinan otokrasi dalam situasi konflik yang ekstrim dan ketika ancaman mulai terlihat cara kepemimpinan demokratis menjadi kurang popular, para pemimpin menjadi lebih otokratis.
c.       Focus pada aktivitas,
d.      Menekankan pada loyalitas.
2.      Perubahan di antara kelompok
a.       Destorsi persepsi
Persepsi dari setiap anggota kelompok menjadi terganggu, para anggota kelompok menembangkan pendapat yang lebih kuat akan pentingnya kesatuan mereka.
b.      Stereotip yang negative
Sejalan dengan meningkatnya konflik dan presepsi menjadi lebih terganggu, semua stereotip yang negatif yang pernah ada menguat kembali.
c.       Penurunan komunikasi
Dalam konflik komunikasi di antara kelompok biasanya terputus, ini biasanya menjadi sangat tidak berguna, khususnya jika ada saling ketergantungan yang berurutan atau timbal balik.

VII . Pengelompokan Konflik Antar Kelompok
1.      Konflik Dalam Diri Seseorang
Seseorang dapat mengalami konflik internal dalam dirinya karena ia harus memilih tujuan yang saling bertentangan. Ia merasa bimbang mana yang harus dipilih atau dilakukan konflik dalam diri seseorang juga dapat terjadi karena tuntutan tugas yang melebihi kemampuannya.
2.      Konflik Antar Individu
Konflik antar individu terjadi seringkali disebabkan oleh adanya perbedaan tentang isu tertentu tindakan dan tujuan dimana hasil bersama sangat menentukan.
3.      Konflik Antar Anggota Kelompok
Suatu kelompok dapat mengalami konflik subtantif atau konflik afektif. Konflik subtantif adalah konflik yang terjadi karena latar belakang keahlian yang berbeda.
4.      Konflik Antar Kelompok
Konflik antar kelompok terjadi karena masing-masing kelompok ingin mengejar kepentingan atau tujuan kelompoknya masing-masing. Misalnya konflik yang mungkin terjadi antara bagian produksi dengan bagian pemasaran.
5.      Konflik Intra Organisasi
Konflik intra organisasi meliputi 4 sub jenis yaitu konflik vertical, horizontal, lini staf, peran konflik vertical terjadi antara manajer dengan bawahan yang tidak sependapat tentang cara terbaik untuk menyelesaikan suatu tugas. Konflik horizontal terjadi antara karyawan atau departemen yang memiliki hirarki yang sama dalam organisasi.
6.      Konflik Antar Organisasi
Konflik bisa juga terjadi antara organisasi karena mereka memiliki ketergantungan satu sama yang lain terhadap pemasok, pelanggan, maupun distributor. Seberapa jauh konflik terjadi tergantung kepada seberapa besar tindakan suatu organisasi menyebabkan adanya dampak negatif terhadap organisasi yang lainnya, atau mencoba mengendalikan sumber-sumber vital organisasi.

VIII. Penyebab Konflik
1.      Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya seriap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi factor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorangan tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas music dilingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
2.      Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
3.      Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggaphutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menebang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau lading. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya disekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan.
4.      Perubahan-perubahan niali yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar tejadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya para masyarakat pedesaan yang mengalami proses indrualisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan structural yang disusun dalam organisasiformal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industry. Perubahan-perubahan inilah, jika terjadi secara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan prosese-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada.

IX . Akibat Konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
1.      Meningkatkan solidaritas sesame anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
2.      Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
3.      Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga.
4.      Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
5.      Dominasi bahkan penakhlukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat menghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lain. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut :
a.       Pengertian yang tinggi untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
b.      Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk “memenangkan” konflik.
c.       Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan “kemenangan” konflik bagi pihak tersebut.
d.      Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.

X . Strategi Mengatasi Konflik
a.       Apapun sumber masalahnya, langkah mendasar yang harus kita ambil yang besifat mendasar dalam mengatasi kesulitan adalah pengenalan, sesenjangan antara keadaan yang ada diidentifikasikan dan bagaimana keadaan yang seharusnya. Satu-satunya yang jadi perangkap adalah kesalahan dalam mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal sebenarnya tidak ada).
b.      Diagnosis adalah metode yang penting yang benar dan telah diuji mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele.
c.       Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat didalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik.
d.      Pelaksanaan adalah ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Hati-hati, jangan biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan arah kelompok.
e.       Evaluasi adalah penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika penyelesaiannya tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah sebelumnya dan cobalah lagi.

XI . Jenis-jenis Konflik
Menurut Dahrendrof, konflik dibagi menjadi 4 macam sebagai berikut:
1.      Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role)).
2.      Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
3.      Konflik kelompok terorganisasi dan tidak terorganisir (polisi melawanmassa).
4.      Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)

XII . Contoh Konflik
 PT Golden Castle , bergerak dalam bidang konveksi atau textil, mengalami konflik antara perusahaan dengan karyawan. Konflik ini terjadi yang disebabkan oleh adanya miss communication antar atasan dengan karyawan. Adanya perubahan kebijakan dalam perusahaan mengenai penghitungan gaji atau upah kerja karyawan , namun pihak perusahaan belum memberitahukan para karyawan, sehingga karyawan merasa diperlakukan semena-mena oleh pihak perusahaan. Para karyawan mengambil tindakan yaitu dengan mendemo perusahaan, Namun tindakan ini berujung pada PHKbesar-besaran yang dilakukan oleh perusahaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar